Program Rotan Lestari (Roles) diperkenalkan kepada desa yang dihuni 374 kepala keluarga (KK) oleh Non-Timber Forest Product Exchange Programme Indonesia (NTFP-EP Indonesia) atau yang di Indonesia terdaftar sebagai Yayasan Pengembangan Sumber Daya Hutan Indonesia (PSDHI).

Salah satu konsep yang dijalankan di program itu ialah sistem penjaminan parstisipatif (participatory guarantee system/PGS).

Di berbagai negara, sistem itu telah dikenal untuk pertanian organik. Tidak soal produksi, sistem itu juga menjamin mekanisme pasar yang transparan. Namun, untuk dapat terlaksananya program tersebut, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi.

Direktur Eksekutif PSDHI Jusupta Tarigan menjelaskan daerah tersebut harus memiliki legalitas, yang meliputi legalitas kawasan hutan desa (HD), izin pemungutan hasil hutan bukan kayu-hutan desa (IPHHBK-HD), legalitas pajak, angkutan, hingga adanya industri primer.

Status HD sendiri telah dimiliki wilayah Desa Namo berdasarkan surat keputusan mneteri kehutanan pada 2011. Sementara itu, hak pengelolaan hutan desa didapat dari Gubernur Sulawesi Tengah pada 2013. Untuk melaksanakan program Roles di Namo, PSDHI menggandeng LSM lokal Perkumpulan Inovasi Komunitas (Imunitas).

Mereka kemudian mendorong pembentukan unit pengelola Roles. Unit itu terdiri atas 20 warga dari empat dusun di Namo. Merekalah yang bertanggung jawab untuk menjaga pengelolaan rotan di desa itu tetap memenuhi standar lestari.

Direktur Eksekutif PSDHI Jusupta Tarigan menjelaskan standar lestari di antaranya rotan telah mencapai usia minimal tujuh tahun untuk bisa dipanen. Kemudian warga juga harus menanam rotan agar tetap lestari di alam.

Dengan cara tersebut, produktivitas rotan cukup baik. Ketua Imunitas Shadiq menjelaskan, selama uji coba Roles periode Maret-April 2016, rotan yang dipanen secara lestari dari Namo sebanyak 20.923 ton yang terdiri atas 18.075 ton jenis rotan batang, 696 ton rotan lambang, 263 ton rotan noko, dan 1.889 ton rotan tohiti.

sumber: https://imunitas.or.id/